PRAKTIKUM
GEOMATIKA II
“MENGUKUR SUDUT AZIMUTH
DENGAN MENGGUNAKAN THEODOLIT”
Dibimbing
oleh:
Indah
Wahyuni
Disusun
oleh:
Prasetyo
Nugroho 10505241028
Kelompok:
1. Febrian Widhi P. 1050241023
2. Lehan B. 1050241026
3. Ambar H. 1050241027
4. Prasetyo N. 1050241028
5. Tri Agus S. 1050241035
6. Rifqi Aulia A. 1050241036
PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL
DAN PERENCANAAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA
2013
I.
Tujuan
Praktikum
Dapat
mempraktikkan dan mengukur sudut azimuth
II.
Waktu
dan Tempat Pelaksanaan Praktikum
Hari : Kamis
Tanggal : 14 Maret 2013
Waktu :
07.00 – 10.40
Tempat : Halaman PTSP FT UNY
III.
Dasar
Teori
SUDUT, ARAH, DAN AZIMUT
1.
Pendahuluan
Posisi
titik-titik dan orientasi garis tergantung pada pengukuran sudut dan arah.
Dalam pekerjaan pengukuran tanah, arah ditentukan oleh sudut arah dan azimut.
Sudut yang diukur dalam pengukuran tanah digolongkan menjadi sudut horizontal
dan sudut vertikal. Sudut horizontal adalah pengukuran dasar yang diperlukan
untuk penentuan sudut arah dan azimut, sementara sudut vertikal untuk penentuan
sudut zenith.
Sudut-sudut
dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung sudut diukur
di lapangan dengan kompas, theodolit kompas, theodolit biasa ataupun sextan.
Sedangkan secara tidak langsung dapat diukur dengan metode pita, yang harganya
dihitung dari hubungan kuantitas yang diketahui dalam sebuah segitiga atau bentuk
geometrik sederhana lainnya.
Tiga
persyaratan dasar untuk menentukan sebuah sudut diantaranya adalah garisawal
atau acuan, arahperputaran dan jarak (besar) sudut.
Gambar 1. Persyaratan Dasar Dalam Penentuan Sudut
2.
Satuan Pengukuran Sudut
Ada beberapa sistem untuk
menyatakan besarnya sudut, diantaranya yaitu :
a. Sistem Seksagesimal
Dalam sistem seksagesimal
keliling lingkaran dibagi dalam 360 bagian yang disebut derajad. 10 (1
derajad) = 60’ (60 menit) dan 1’ = 60” (60 detik).
b. Sistem Sentisimal
Dalam sistem sentisimal keliling
lingkaran dibagi dalam 400 bagian yang disebut grade. 1g (1
grade) = 100c
(100 centigrade) dan 1c = 100cc (100
centicentigrade).
c. Sistem
Radial
Dalam sistem radial keliling lingkaran dibagi
dalam bagian yang disebut dengan satu radial.
d. Sistem
Waktu,
Sistem waktu digunakan dalam pengukuran
astronomi. Dimana, 360 ° = 24 jam; 1 jam =15 °
3.
Bacaan Sudut dan Sudut.
Bacaan sudut
merupakan bacaan sudut pada Theodolit (alat sejenis) ketika membidik arah
tertentu. Sudut merupakan selisih antara dua bacaan sudut. Alat diletakkan di
titik A, diarahkan ke B, bacaan sudutnya adalah 30°. Alat kemudian diputar ke
kanan dan diarahkan ke C, diperoleh bacaan sudut 90°.
Maka sudut BAC = Sudut Bacaan AC - Sudut
Bacaan AB = 90°-30° = 60°.
Gambar
2. Bacaan Sudut dan Sudut
4.
Jenis-jenis Sudut Horizontal
Jenis-jenis sudut
horizontal yang paling biasa diukur dalam pekerjaan pengukuran tanah adalah
sudut dalam, sudut ke kanan dan sudut belokan. Karena ketiga jenis sudut diatas
sangat berbeda maka jenis sudut yang dipakai harus ditunjukkan dengan jelas
dalam catatan lapangan.
Sudut dalam, terlihat
dalam gambar 3, ada di sebelah dalam poligon tertutup dan sudut luar terletak
di luar poligon tertutup. Sudut luar merupakan axplement (pelingkar) dari sudut
dalam. Keuntungan mengukur sudut luar adalah penggunaannya sebagai pengecekan,
karena jumlah sudut dalam dan sudut luar pada satu stasiun (titik) harus sama
dengan 360°. Seperti digambarkan dalam gambar 3, sudut dalam dapat diputar
searah jarum jam (ke kanan) atau berlawanan jarum jam (ke kiri). Menurut
definisi, sudut ke kanan diukur searah jarum jam dari stasiun belakang ke
stasiun depan. Catatan, selama pengukuran berjalan, biasanya stasiun diberi
nama urutan hurup abjad atau angka naik.
Perhatikan bahwa poligon
pada gambar 3 adalah ‘kanan’ dan ’kiri’ – yaitu sama dalam bentuk tetapi
berkebalikan seperti tangan kanan dan tangan kiri. Gambar 3 (b) ditunjukkan
hanya untuk menekankan bahwa sebuah kesalahan serius dapat terjadi jika sudut-sudut
searah dan berlawanan arah jarum jam dicampur aduk. Karenanya harus dipakai
prosedur yang seragam, misalnya bila mungkin selalu mengukur sudut searah jarum
jam dan arah putaran ditunjukkan dalam buku lapangan dengan sebuah sketsa.
(a)
Kanan (b) Kiri
Gambar
3. Sudut Dalam
Sudut
belokan (gambar 4) diukur ke kanan (searah jarum jam) dari perpanjangan garis
belakang ke stasiun depan. Sudut belokan selalu lebih kecil dari 180 derajad
dan arah putaran ditentukan dengan jalan menambahkan ka dan ki pada harga
numerisnya. Jadi, sudut B dalam gambar 4 adalah Kanan (Ka) dan sudut di C
adalah Kiri (ki).
Gambar
4. Sudut Belokan
5.
Arah Garis
Arah sebuah garis
adalah sudut horizontal antara garis itu dengan garis acuan yang telah dipilih
(misalnya meridian).
6.
Sudut Arah (Bearing)
Sudut arah merupakan
satu sistem penentuan arah garis dengan memakai sebuah sudut dan huruf-huruf
kuadran. Sudut arah sebuah garis adalah sudut lancip horizontal antara sebuah
meridian acuan dan sebuah garis. Sudutnya diukur dari utara maupun selatan ke
arah timur ataupun barat, untuk menghasilkan sudut kurang dari 90°. Kuadran
yang terpakai ditunjukkan dengan huruf U atau S mendahului sudutnya dan T atau
B mengikutinya. Contoh U80°T. Dalam gambar 5, semua sudut arah dalam kuadran
UO°T diukur searah jarum jam dari meridian. Jadi Sudut arah garis OA adalah
U70°T. Semua sudut arah dalam kuadran SO°T adalah berlawanan arah jarum jam dari
meridian, sehingga OB adalah S35°T. Demikian pula dengan sudut arah OC adalah
S55°B dan untuk OD, U30°B.
Gambar
10.5 Bearing
7.
Menghitung Sudut Arah
Dalam pengukuran
poligon, diperlukan sudut arah (atau Azimut). Sebuah poligon adalah serangkaian
jarak dan sudut, atau jarak dan sudut arah, atau jarak dan azimut yang
menghubungkan titik-titik yang berurutan. Garis-garis bidang tanah milik,
membentuk poligon jenis poligon tertutup. Sebuah pengukuran jalan raya dari
satu kota ke kota lainnya biasanya merupakan poligon terbuka, tetapi bila
mungkin harus ditutup dengan pengikatan pada titik-titik yang diketahui
koordinat, yang dekat dengan titik awal dan titik akhir.
Hitungan sudut arah sebuah
garis disederhanakan dengan gambar sketsa gambar 6. Dalam gambar 6 (a)
anggaplah sudut arah garis AB adalah U41°35’T dan sudut di B berputar searah
jarum jam (kekanan) dari garis BA yang diketahui, adalah 129°11’. Kemudian
sudut arah garis BC adalah 180° - (41° 35’+129°11’) = 9°14’, dan dari sketsa
sudut arah BC adalah U9°14’B
(a) (b)
Gambar
6. Hitungan Bearing
Dalam
gambar 6 (b), sudut arah jarum jam di C dari B ke D diukur sebesar 88° 35’.
Sudut arah CD adalah 88° 35’ – 9° 14’= S79° 21’B. Melanjutkan teknik ini, sudut
sudut arah dalam Tabel 10.1 telah ditentukan untuk semua garis dalam gambar 6
(a)
Tabel 1. Sudut arah dalam
gambar 6 (a)
AB
|
U41°35’T
|
DE
|
S31°51’B
|
BC
|
U9°14’B
|
EF
|
S12°27’T
|
CD
|
S79°21’B
|
FA
|
S73°35’T
|
Cek
|
AB
|
U41°35’T
|
Sudut arah suatu arah awal harus dihitung kembali sebagai sebuah
pengecekan memakai sudut terakhir. Adanya ketidaksesuaian menunjukkan bahwa (1)
telah terjadi galat (error) aritmetik atau (2) sudut-sudutnya tidak diratakan
dengan benar sebelum menghitung sudut arah. Dalam tabel 10.1, perhatikan bahwa
sudut arah AB dalam gambar 10.6 (a) diperoleh dengan memakai sudut terukur
115°10’ di A, sehingga menghasilkan sudut arah U41°35’T, yang cocok dengan
sudut arah awal.
Sudut-sudut poligon harus diratakan sesuai dengan penjumlahan
geometrik yang benar sebelum sudut arah dihitung. Dalam poligon tertutup,
jumlah sudut dalam sama dengan (n-2)180, dimana n adalah banyaknya sisi (arah).
Jika sudut-sudut poligon tidak menutup karena misalnya ada perbedaan 2 detik
dan tidak diratakan sebelum menghitung sudut arah maka sudut arah asli dan
pengecekan yang dihitung untuk sudut arah AB juga akan berselisih 2 detik,
dengan anggapan tidak ada kesalahan hitung yang lainnya.
8.
Sudut Jurusan (Azimut)
Azimut
adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari sembarang meridian acuan. Dalam
pengukuran tanah datar, Azimut biasanya diukur dari utara, tetapi para ahli
astronomi, militer dan National Geodetic Survey memakai selatan sebagai arah
acuan.
Seperti
ditunjukkan dalam gambar 10.7, Azimut berkisar antara 0 sampai 360° dan tidak
memerlukan huruf-huruf untuk menunjukkan kuadran. Jadi Azimut OA adalah 70°,
Azimut OB 145°, Azimut OC 235°, dan Azimut OD 330°. Perlu dinyatakan dalam
catatan lapangan apakah Azimut diukur dari utara atau selatan.
Gambar 7.
Azimuth
9.
Menghitung Azimut
Banyak
juru ukur lebih menyukai Azimut daripada sudut arah untuk menyatakan arah
garis, karena lebih mudah mengerjakannya, terutama kalau menghitung poligon
dengan komputer.
ü Mencari
azimuth dari titik tetap
Gambar
8. Azimuth dari titk tetap
Untuk
menghitung azimuth, harus dilihat dulu arahnya terletak di kuadran berapa, dan
ini dapat dilihat dari tanda aljabar dari harga (Xb – Xa) dan
(Yb –
Ya).
Letak kuadran dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 10.2 : Kuadran Azimuth
Kuadran
|
α
|
(Xb – Xa)
|
(Yb – Ya)
|
Azimuth (ϕ)
|
I
II
III
IV
|
|
+
+
–
–
|
+
–
–
+
|
ϕ = α
ϕ = 180° – ⎟ α⎟
ϕ = 180° + ⎟ α⎟
ϕ = 360° – ⎟ α⎟
|
ü
Azimuth dari rangkaian titik
Gambar 10.9. Azimuth Rangkaian Titik
Azimuth αBC dapat
dicari dengan rumus umum sebagai berikut :
αAB = αBC ±
180º ± β (2.)
Dengan ketentuan sebagai berikut :
• Harga ± 180º dapat dipilih (+)
atau (−) , hasilnya akan sama saja
• Harga ± β : - dipakai tanda (+)
bila sudut β berada di kiri garis A-B-C
- dipakai tanda (−) bila
sudut β berada di kanan garis A-B-C
• Bila azimuth lebih besar dari
360°, maka harus dikurangi 360°
Bila azimuth lebih
kecil dari 0°, maka harus ditambah 360°
Contoh 1. :
Diketahui : ϕAB =
50°
β = 220°
Ditanya : ϕBC = ?
Jawab : ϕBC = ϕAB + 180º + β = 50° + 180° + 220° = 450° −
360° = 90°
atau ϕBC = ϕAB −180º + β = 50° − 180° + 220° = 90°
IV.
Alat
dan Bahan
a.
Alat
1) Theodolit
2) Kaki tiga
3) Unting-unting
4) Rambu ukur/Jalon
b.
Bahan
1) Lahan tempat
melakukan pengukuran dicari yang relatif miring, berbentuk segitiga yang
sudut-sudutnya ditandai dengan pin.
2) Alat tulis menulis
3) Payung
V.
Keselamatan
Kerja
1. Bekerja hati-hati
jangan sampai alat terjatuh
2. Periksa skrup
penghubung kaki tiga dan alat jangan sampai terlepas
3. Bila cuaca panas
atau gerimis pakai payung dan bila hujan lebat hentikan
VI.
Langkah
Kerja
1. Melakukan praktek dengan dua orang atau lebih
2. Menyiapkan semua peralatan yang diperlukan
3. Membawa semua peralatan ke lapangan dalam keadaan
terpisah
4. Menentukan tiga titik berupa segitiga yang kemudian
diberi tanda dengan rambu ukur atau jalon
5. Memasang theodolit di atas kaki tiga di tempat
pengukuran pada titik pertama, misal titik A
6. Membaca sudut Utara dari titik tersebut pada bacaan
sudut horizontalnya
7. Membidik pada titik
kedua dan ketiga dengan arah putaran theodolit searah jarum jam dan membaca dan
mencatat sudut pada bacaan sudut horizontalnya.
8. Memindahkan Theodolit
pada tititk kedua atau titik B dan melakukan sama pada titik A yang dilakukan
oleh orang kedua. Begitu juga pada titik ketiga atau titik C.
9. Menghitung hasil
sudut yang sudah dicatat dan mengoreksi kesalahannya.
10. Mengembalikan
peralatan yang digunakan ke tempat yang sesuai dengan pengambilan awal
VII.
Hasil
Pengamatan dan Analisis Data
Tabel
hasil pengamatan dan analisis data
OBSERVER
|
TITIK
|
PIRINGAN
HORIZONTAL
|
AZIMUTH
( T – U )
|
SUDUT
|
||
ALAT
|
TARGET
|
UTARA (U)
|
TARGET (T)
|
|||
ARYA
|
A
|
B
|
58°38’17”
|
279°51’29”
|
221°13’12”
|
60°45’09”
|
C
|
340°36’38”
|
281°58’21”
|
||||
MARIA
|
B
|
A
|
244°49’21”
|
286°15’00”
|
41°37’36”
|
57°04’17”
|
C
|
229°22’40”
|
344°33’19”
|
||||
DETHA
|
C
|
A
|
218°24’37”
|
314°04’53”
|
95°40’16”
|
61°20’32”
|
B
|
15°25’25”
|
157°00’48”
|
||||
JUMLAH
|
179°09’58”
|
|||||
AGUS
|
D
|
E
|
315°31’51”
|
307°05’40”
|
351°33’49”
|
48°13’49”
|
F
|
355°19’29”
|
39°47’38”
|
||||
TRADIKA
|
E
|
D
|
42°37’49”
|
213°34’23”
|
170°56’34”
|
66°40’45”
|
F
|
146°53’38”
|
104°15’49”
|
||||
NIKEN
|
F
|
D
|
155°14’20”
|
13°38’35”
|
218°24’15”
|
64°35’43”
|
E
|
78°14’18”
|
282°59’58”
|
||||
JUMLAH
|
179°30’17”
|
|||||
PRASETYO
|
G
|
H
|
12°34’03”
|
48°24’03”
|
35°50’00”
|
59°34’23”
|
I
|
107°58’26”
|
95°24’23”
|
||||
RIFQI
|
H
|
I
|
192°49’10”
|
348°04’00”
|
155°14’50”
|
51°17’30”
|
G
|
390°21’30”
|
206°32’20”
|
||||
AMBAR
|
I
|
G
|
196°26’28”
|
109°21’09”
|
272°54’41”
|
69°16’54”
|
H
|
178°38’03”
|
342°11’35”
|
||||
JUMLAH
|
180°08’47”
|
|||||
LEHAN
|
J
|
K
|
119°53’42”
|
59°28’10”
|
299°34’28”
|
84°01’10”
|
L
|
143°29’20”
|
23°35’38”
|
||||
FEBRIAN
|
L
|
J
|
287°20’00”
|
131°45’20”
|
204°25’20”
|
56°40’30”
|
K
|
75°04’50”
|
147°44’50”
|
||||
PRASETYO
|
K
|
J
|
112°45’14”
|
215°42’33”
|
102°57’19”
|
39°36’25”
|
L
|
176°06’08”
|
63°20’54”
|
||||
JUMLAH
|
180°08’47”
|
VIII.
Analisis
Data
1.
Observe
Prasetyo
Dimulai dari titik G
a. Mengukur
sudut Utara titik G
(bacaan Horizontal) = 12°34’03”
b. Mengukur
sudut dari titik G ke target titik H
(bacaan Horizontal) =
48°24’03”
c. Mengukur
sudut dari titik G ke target titik I
(bacaan Horizontal) =
107°58’26”
d. Menghitung
Azimuth = Target (T) – Utara (U)
1) Azimuth GH / α GH = 48°24’03” - 12°34’03”
= 35°50’00”
2) Azimuth GI /
α GI = 107°58’26” - 12°34’03”
= 95°24’23”
e. Menghitung
sudut G = Azimuth GI – Azimuth GH = 95°24’23” - 35°50’00”
= 59°34’23”
2.
Observe
Rifqi
Dimulai dari titik H
a. b.
c. d. Ditabelkan
e. Menghitung
sudut H =
69°16’54”
3.
Observe
Ambar
Dimulai dari titik I
b. b.
c. d. Ditabelkan
e. Menghitung
sudut I =
51°17’30”
v Menghitung
jumlah sudut segitiga
= sudut ( G + H + I )
= 59°34’23” + 69°16’54” + 51°17’30”
= 180°08’47”
v Koreksi
kesalahan = 180°08’47” -
180°
= 00°08’47”
v Jadi untuk
kesalahan pengukuran yaitu sebesar = 00°08’47”
IX.
Sketsa
Pengukuran
|
|
X.
Kesimpulan
Dari
praktikum di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Azimuth adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari sembarang
meridian acuan.
2. Jumlah sudut suatu segitiga = 180°
3. Koreksi
kesalahan azimuth poligon (segitiga) = jumlah sudut ± 180°
XI.
Daftar
Pustaka
Brinker, Russell C, 1986. Dasar Dasar Pengukuran Tanah Jilid 1.
Jakarta: Penerbit Erlangga,139-146
Purwohardjo, Umaryono U, 1986. Pengukuran Horizontal. Bandung:
Jurusan Teknik Geodesi ITB, 20-22
XII.
Lampiran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar