Jumat, April 26, 2013

laporan mengukur sudut azimuth poligon


PRAKTIKUM GEOMATIKA II
“MENGUKUR SUDUT AZIMUTH
DENGAN MENGGUNAKAN THEODOLIT”

Dibimbing oleh:
Indah Wahyuni






Disusun oleh:
Prasetyo Nugroho 10505241028

Kelompok:
1.    Febrian Widhi P.     1050241023
2.    Lehan B.                   1050241026
3.    Ambar H.                   1050241027
4.    Prasetyo N.              1050241028
5.    Tri Agus S.               1050241035
6.    Rifqi Aulia A.            1050241036

PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013
      I.        Tujuan Praktikum
Dapat mempraktikkan dan mengukur sudut azimuth
    II.        Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum
Hari                 : Kamis
Tanggal         : 14 Maret 2013
Waktu             : 07.00 – 10.40
Tempat           : Halaman PTSP FT UNY

   III.        Dasar Teori
SUDUT, ARAH, DAN AZIMUT
1.    Pendahuluan
Posisi titik-titik dan orientasi garis tergantung pada pengukuran sudut dan arah. Dalam pekerjaan pengukuran tanah, arah ditentukan oleh sudut arah dan azimut. Sudut yang diukur dalam pengukuran tanah digolongkan menjadi sudut horizontal dan sudut vertikal. Sudut horizontal adalah pengukuran dasar yang diperlukan untuk penentuan sudut arah dan azimut, sementara sudut vertikal untuk penentuan sudut zenith.
Sudut-sudut dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung sudut diukur di lapangan dengan kompas, theodolit kompas, theodolit biasa ataupun sextan. Sedangkan secara tidak langsung dapat diukur dengan metode pita, yang harganya dihitung dari hubungan kuantitas yang diketahui dalam sebuah segitiga atau bentuk geometrik sederhana lainnya.
Tiga persyaratan dasar untuk menentukan sebuah sudut diantaranya adalah garisawal atau acuan, arahperputaran dan jarak (besar) sudut.


Gambar 1. Persyaratan Dasar Dalam Penentuan Sudut

2.    Satuan Pengukuran Sudut
Ada beberapa sistem untuk menyatakan besarnya sudut, diantaranya yaitu :
a.    Sistem Seksagesimal
Dalam sistem seksagesimal keliling lingkaran dibagi dalam 360 bagian yang disebut derajad. 10 (1 derajad) = 60’ (60 menit) dan 1’ = 60” (60 detik).
b.    Sistem Sentisimal
Dalam sistem sentisimal keliling lingkaran dibagi dalam 400 bagian yang disebut grade. 1g (1 grade) = 100c (100 centigrade) dan 1c = 100cc (100 centicentigrade).
c.    Sistem Radial
Dalam sistem radial keliling lingkaran dibagi dalam bagian yang disebut dengan satu radial.
d.    Sistem Waktu,
Sistem waktu digunakan dalam pengukuran astronomi. Dimana, 360 ° = 24 jam; 1 jam =15 °

3.    Bacaan Sudut dan Sudut.
Bacaan sudut merupakan bacaan sudut pada Theodolit (alat sejenis) ketika membidik arah tertentu. Sudut merupakan selisih antara dua bacaan sudut. Alat diletakkan di titik A, diarahkan ke B, bacaan sudutnya adalah 30°. Alat kemudian diputar ke kanan dan diarahkan ke C, diperoleh bacaan sudut 90°.
Maka sudut BAC = Sudut Bacaan AC - Sudut Bacaan AB = 90°-30° = 60°.


Gambar 2. Bacaan Sudut dan Sudut

4.    Jenis-jenis Sudut Horizontal
Jenis-jenis sudut horizontal yang paling biasa diukur dalam pekerjaan pengukuran tanah adalah sudut dalam, sudut ke kanan dan sudut belokan. Karena ketiga jenis sudut diatas sangat berbeda maka jenis sudut yang dipakai harus ditunjukkan dengan jelas dalam catatan lapangan.
Sudut dalam, terlihat dalam gambar 3, ada di sebelah dalam poligon tertutup dan sudut luar terletak di luar poligon tertutup. Sudut luar merupakan axplement (pelingkar) dari sudut dalam. Keuntungan mengukur sudut luar adalah penggunaannya sebagai pengecekan, karena jumlah sudut dalam dan sudut luar pada satu stasiun (titik) harus sama dengan 360°. Seperti digambarkan dalam gambar 3, sudut dalam dapat diputar searah jarum jam (ke kanan) atau berlawanan jarum jam (ke kiri). Menurut definisi, sudut ke kanan diukur searah jarum jam dari stasiun belakang ke stasiun depan. Catatan, selama pengukuran berjalan, biasanya stasiun diberi nama urutan hurup abjad atau angka naik.
Perhatikan bahwa poligon pada gambar 3 adalah ‘kanan’ dan ’kiri’ – yaitu sama dalam bentuk tetapi berkebalikan seperti tangan kanan dan tangan kiri. Gambar 3 (b) ditunjukkan hanya untuk menekankan bahwa sebuah kesalahan serius dapat terjadi jika sudut-sudut searah dan berlawanan arah jarum jam dicampur aduk. Karenanya harus dipakai prosedur yang seragam, misalnya bila mungkin selalu mengukur sudut searah jarum jam dan arah putaran ditunjukkan dalam buku lapangan dengan sebuah sketsa.

(a) Kanan                                                            (b) Kiri

Gambar 3. Sudut Dalam

Sudut belokan (gambar 4) diukur ke kanan (searah jarum jam) dari perpanjangan garis belakang ke stasiun depan. Sudut belokan selalu lebih kecil dari 180 derajad dan arah putaran ditentukan dengan jalan menambahkan ka dan ki pada harga numerisnya. Jadi, sudut B dalam gambar 4 adalah Kanan (Ka) dan sudut di C adalah Kiri (ki).

Gambar 4. Sudut Belokan
5.    Arah Garis
Arah sebuah garis adalah sudut horizontal antara garis itu dengan garis acuan yang telah dipilih (misalnya meridian).

6.    Sudut Arah (Bearing)
Sudut arah merupakan satu sistem penentuan arah garis dengan memakai sebuah sudut dan huruf-huruf kuadran. Sudut arah sebuah garis adalah sudut lancip horizontal antara sebuah meridian acuan dan sebuah garis. Sudutnya diukur dari utara maupun selatan ke arah timur ataupun barat, untuk menghasilkan sudut kurang dari 90°. Kuadran yang terpakai ditunjukkan dengan huruf U atau S mendahului sudutnya dan T atau B mengikutinya. Contoh U80°T. Dalam gambar 5, semua sudut arah dalam kuadran UO°T diukur searah jarum jam dari meridian. Jadi Sudut arah garis OA adalah U70°T. Semua sudut arah dalam kuadran SO°T adalah berlawanan arah jarum jam dari meridian, sehingga OB adalah S35°T. Demikian pula dengan sudut arah OC adalah S55°B dan untuk OD, U30°B.


Gambar 10.5 Bearing

7.    Menghitung Sudut Arah
Dalam pengukuran poligon, diperlukan sudut arah (atau Azimut). Sebuah poligon adalah serangkaian jarak dan sudut, atau jarak dan sudut arah, atau jarak dan azimut yang menghubungkan titik-titik yang berurutan. Garis-garis bidang tanah milik, membentuk poligon jenis poligon tertutup. Sebuah pengukuran jalan raya dari satu kota ke kota lainnya biasanya merupakan poligon terbuka, tetapi bila mungkin harus ditutup dengan pengikatan pada titik-titik yang diketahui koordinat, yang dekat dengan titik awal dan titik akhir.
Hitungan sudut arah sebuah garis disederhanakan dengan gambar sketsa gambar 6. Dalam gambar 6 (a) anggaplah sudut arah garis AB adalah U41°35’T dan sudut di B berputar searah jarum jam (kekanan) dari garis BA yang diketahui, adalah 129°11’. Kemudian sudut arah garis BC adalah 180° - (41° 35’+129°11’) = 9°14’, dan dari sketsa sudut arah BC adalah U9°14’B

                        
                          
(a)                                                                 (b)

Gambar 6. Hitungan Bearing

Dalam gambar 6 (b), sudut arah jarum jam di C dari B ke D diukur sebesar 88° 35’. Sudut arah CD adalah 88° 35’ – 9° 14’= S79° 21’B. Melanjutkan teknik ini, sudut sudut arah dalam Tabel 10.1 telah ditentukan untuk semua garis dalam gambar 6 (a)



Tabel 1. Sudut arah dalam gambar 6 (a)
AB
U41°35’T
DE
S31°51’B
BC
U9°14’B
EF
S12°27’T
CD
S79°21’B
FA
S73°35’T
Cek
AB
U41°35’T

Sudut arah suatu arah awal harus dihitung kembali sebagai sebuah pengecekan memakai sudut terakhir. Adanya ketidaksesuaian menunjukkan bahwa (1) telah terjadi galat (error) aritmetik atau (2) sudut-sudutnya tidak diratakan dengan benar sebelum menghitung sudut arah. Dalam tabel 10.1, perhatikan bahwa sudut arah AB dalam gambar 10.6 (a) diperoleh dengan memakai sudut terukur 115°10’ di A, sehingga menghasilkan sudut arah U41°35’T, yang cocok dengan sudut arah awal.
Sudut-sudut poligon harus diratakan sesuai dengan penjumlahan geometrik yang benar sebelum sudut arah dihitung. Dalam poligon tertutup, jumlah sudut dalam sama dengan (n-2)180, dimana n adalah banyaknya sisi (arah). Jika sudut-sudut poligon tidak menutup karena misalnya ada perbedaan 2 detik dan tidak diratakan sebelum menghitung sudut arah maka sudut arah asli dan pengecekan yang dihitung untuk sudut arah AB juga akan berselisih 2 detik, dengan anggapan tidak ada kesalahan hitung yang lainnya.

8.    Sudut Jurusan (Azimut)
Azimut adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari sembarang meridian acuan. Dalam pengukuran tanah datar, Azimut biasanya diukur dari utara, tetapi para ahli astronomi, militer dan National Geodetic Survey memakai selatan sebagai arah acuan.
Seperti ditunjukkan dalam gambar 10.7, Azimut berkisar antara 0 sampai 360° dan tidak memerlukan huruf-huruf untuk menunjukkan kuadran. Jadi Azimut OA adalah 70°, Azimut OB 145°, Azimut OC 235°, dan Azimut OD 330°. Perlu dinyatakan dalam catatan lapangan apakah Azimut diukur dari utara atau selatan.

Gambar 7. Azimuth

9.    Menghitung Azimut
Banyak juru ukur lebih menyukai Azimut daripada sudut arah untuk menyatakan arah garis, karena lebih mudah mengerjakannya, terutama kalau menghitung poligon dengan komputer.

ü  Mencari azimuth dari titik tetap


Gambar 8. Azimuth dari titk tetap
Untuk menghitung azimuth, harus dilihat dulu arahnya terletak di kuadran berapa, dan ini dapat dilihat dari tanda aljabar dari harga (Xb – Xa) dan (Yb – Ya). Letak kuadran dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 10.2 : Kuadran Azimuth
Kuadran
α
(Xb – Xa)
(Yb – Ya)
Azimuth (ϕ)
I
II
III
IV
+
+
+
+
ϕ = α
ϕ = 180° – α
ϕ = 180° + α
ϕ = 360° – α

ü  Azimuth dari rangkaian titik

Gambar 10.9. Azimuth Rangkaian Titik

Azimuth αBC dapat dicari dengan rumus umum sebagai berikut :

αAB = αBC ± 180º ± β (2.)
Dengan ketentuan sebagai berikut :
• Harga ± 180º dapat dipilih (+) atau (−) , hasilnya akan sama saja
• Harga ± β : - dipakai tanda (+) bila sudut β berada di kiri garis A-B-C
  - dipakai tanda (−) bila sudut β berada di kanan garis A-B-C
• Bila azimuth lebih besar dari 360°, maka harus dikurangi 360°
        Bila azimuth lebih kecil dari 0°, maka harus ditambah 360°
Contoh 1. :
 

Diketahui : ϕAB = 50°

β = 220°

Ditanya : ϕBC = ?
Jawab : ϕBC = ϕAB + 180º + β = 50° + 180° + 220° = 450° − 360° = 90°
atau ϕBC = ϕAB −180º + β = 50° − 180° + 220° = 90°











  IV.        Alat dan Bahan
a.    Alat
1)    Theodolit
2)    Kaki tiga
3)    Unting-unting
4)    Rambu ukur/Jalon

b.    Bahan
1)    Lahan tempat melakukan pengukuran dicari yang relatif miring, berbentuk segitiga yang sudut-sudutnya ditandai dengan pin.
2)    Alat tulis menulis
3)    Payung

   V.        Keselamatan Kerja
1.    Bekerja hati-hati jangan sampai alat terjatuh
2.    Periksa skrup penghubung kaki tiga dan alat jangan sampai terlepas
3.    Bila cuaca panas atau gerimis pakai payung dan bila hujan lebat hentikan

  VI.        Langkah Kerja
1.    Melakukan praktek dengan dua orang atau lebih
2.    Menyiapkan semua peralatan yang diperlukan
3.    Membawa semua peralatan ke lapangan dalam keadaan terpisah
4.    Menentukan tiga titik berupa segitiga yang kemudian diberi tanda dengan rambu ukur atau jalon
5.    Memasang theodolit di atas kaki tiga di tempat pengukuran pada titik pertama, misal titik A
6.    Membaca sudut Utara dari titik tersebut pada bacaan sudut horizontalnya
7.    Membidik pada titik kedua dan ketiga dengan arah putaran theodolit searah jarum jam dan membaca dan mencatat sudut pada bacaan sudut horizontalnya.
8.    Memindahkan Theodolit pada tititk kedua atau titik B dan melakukan sama pada titik A yang dilakukan oleh orang kedua. Begitu juga pada titik ketiga atau titik C.
9.    Menghitung hasil sudut yang sudah dicatat dan mengoreksi kesalahannya.
10. Mengembalikan peralatan yang digunakan ke tempat yang sesuai dengan pengambilan awal

 VII.        Hasil Pengamatan dan Analisis Data
Tabel hasil pengamatan dan analisis data
OBSERVER
TITIK
PIRINGAN HORIZONTAL
AZIMUTH
( T – U )
SUDUT
ALAT
TARGET
UTARA (U)
TARGET (T)
ARYA
A
B
58°38’17”
279°51’29”
221°13’12”
60°45’09”
C
340°36’38”
281°58’21”
MARIA
B
A
244°49’21”
286°15’00”
41°37’36”
57°04’17”
C
229°22’40”
344°33’19”
DETHA
C
A
218°24’37”
314°04’53”
95°40’16”
61°20’32”
B
15°25’25”
157°00’48”
JUMLAH
179°09’58”
AGUS
D
E
315°31’51”
307°05’40”
351°33’49”
48°13’49”
F
355°19’29”
39°47’38”
TRADIKA
E
D
42°37’49”
213°34’23”
170°56’34”
66°40’45”
F
146°53’38”
104°15’49”
NIKEN
F
D
155°14’20”
13°38’35”
218°24’15”
64°35’43”
E
78°14’18”
282°59’58”
JUMLAH
179°30’17”
PRASETYO
G
H
12°34’03”
48°24’03”
35°50’00”
59°34’23”
I
107°58’26”
95°24’23”
RIFQI
H
I
192°49’10”
348°04’00”
155°14’50”
51°17’30”
G
390°21’30”
206°32’20”
AMBAR
I
G
196°26’28”
109°21’09”
272°54’41”
69°16’54”
H
178°38’03”
342°11’35”
JUMLAH
180°08’47”
LEHAN
J
K
119°53’42”
59°28’10”
299°34’28”
84°01’10”
L
143°29’20”
23°35’38”
FEBRIAN
L
J
287°20’00”
131°45’20”
204°25’20”
56°40’30”
K
75°04’50”
147°44’50”
PRASETYO
K
J
112°45’14”
215°42’33”
102°57’19”
39°36’25”
L
176°06’08”
63°20’54”
JUMLAH
180°08’47”


VIII.        Analisis Data

1.    Observe Prasetyo
Dimulai dari titik G
a.    Mengukur sudut Utara titik G
(bacaan Horizontal)                                                 = 12°34’03”
b.    Mengukur sudut dari titik G ke target titik H
(bacaan Horizontal)                                                 = 48°24’03”
c.    Mengukur sudut dari titik G ke target titik I
(bacaan Horizontal)                                                 = 107°58’26”
d.    Menghitung Azimuth          = Target (T) – Utara (U)
1)    Azimuth GH / α GH              = 48°24’03” - 12°34’03”
                                                = 35°50’00”
2)    Azimuth GI / α GI                   = 107°58’26” - 12°34’03”
                                                = 95°24’23”
e.    Menghitung sudut G                       = Azimuth GI – Azimuth GH                                                           = 95°24’23” - 35°50’00”      
= 59°34’23”

2.    Observe Rifqi
Dimulai dari titik H
a.    b. c. d. Ditabelkan
e.    Menghitung sudut H                                   = 69°16’54”

3.    Observe Ambar
Dimulai dari titik I
b.    b. c. d. Ditabelkan
e.    Menghitung sudut I                         = 51°17’30”

v  Menghitung jumlah sudut segitiga    
= sudut ( G + H + I )
= 59°34’23” + 69°16’54” +  51°17’30”
                        = 180°08’47”

v  Koreksi kesalahan         = 180°08’47” - 180°
= 00°08’47”
v  Jadi untuk kesalahan pengukuran yaitu sebesar = 00°08’47”

  IX.        Sketsa Pengukuran
 





αHG
 
αHI
 
   


 










   X.        Kesimpulan
Dari praktikum di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.    Azimuth adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari sembarang meridian acuan.
2.    Jumlah sudut suatu segitiga = 180°
3.    Koreksi kesalahan azimuth poligon (segitiga) = jumlah sudut ± 180°

  XI.        Daftar Pustaka
Brinker, Russell C, 1986. Dasar Dasar Pengukuran Tanah Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga,139-146
Purwohardjo, Umaryono U, 1986. Pengukuran Horizontal. Bandung: Jurusan Teknik Geodesi ITB, 20-22

 XII.        Lampiran 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar